SARA itu bukan isu yang bermutu walaupun itu isu seksi bagi tim sukses dan bukan isu seksi bagi media yang mengejar oplah.
Melalui penelitian berkala yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta terkait pilkada DKI Jakarta, diketahui setelah putaran pertama pilkada DKI, pemberitaan yang menyangkut suku, agama, ras, antargolongan (SARA) mendominasi.
Khususnya isu SARA itu digunakan untuk mengkondisikan pilihan masyarakat pemilih terhadap kandidat yang sedang bertarung.
"Pemberitaan yang cukup dominan pada periode ini adalah menyangkut SARA, yaitu pemberitaan yang menggambarkan serangan atas identitas dari calon wakil gubernur Joko Widodo yaitu Basuki Tjahaja Purnama," kata Direktur LSPP dan Konsultan Riset, Ignatius Haryanto di gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (16/9).
Sesuai dengan pantauan AJI Jakarta pada periode Agustus terdapat 324 berita yang berkaitan dengan isu SARA atau sekitar 16,6 persen dari keseluruhan tema yang diangkat terkait pilkada. Sementara tema pemberitaan lainnya adalah soal kampanye, pelaksanaan pemilu, dukungan pada putaran kedua, pendaftaran pilkadan regulasi dan kecurangan. Sementara tema kedua yang paling ramai diberitakan adalah tema kampanye.
Pantauan tersebut dilakukan Tim AJI atas empat media online, delapan media cetak dan empat media televisi.
Sementara peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan perkembangan isu SARA memang tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab media. Menurut dia, media berpotensi ikut dalam upaya mengedepankan salah satu kandidat dan hal tersebut tidak memberikan informasi yang baik bagi publik.
"Media ikut menggoreng isu SARA dan melihat ini seksi," kata Siti Zuhro dalam kesempatan yang sama.
Anggota Dewan Pers, Bekti Nugroho mengatakan, isu SARA kata dia sensitif sehingga dalam kode etik jurnalistik ditegaskan agar penggunaan sudut pemberitaan berbau SARA dipertimbangkan ketat.
Menurut dia, berbagai media arus utama umumnya makin berhati-hati menuliskan berita terkait isu ini.
"Isu SARA itu bukan isu yang bermutu walaupun itu isu seksi bagi tim sukses dan bukan isu seksi bagi media dewasa kecuali media hanya mengejar oplah," kata Bekti.
Berita-berita kata dia seharusnya yang memberikan pencerahan bagi masyarakat apalagi pada era reformasi ini publik sudah bisa menikmati kebebasan pers tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar
Please comment seperlunya, dan mohon untuk tidak disalahgunakan. Trima kasih!