baju kotak-kotak, politikus di DPR sempat bersitegang. Padahal mereka sedang membahas koordinasi antarlembaga penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.
Perdebatan itu terjadi saat Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Kapolri, KPK, dan Jaksa Agung di ruang rapat Komisi III DPR, Senin (17/9).
Adalah Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin yang memprotes beberapa anggota Fraksi PDIP yang hadir dalam rapat dengan menggunakan kemeja kotak-kotak yang menjadi ciri khas cagub Jokowi. Beberapa yang mengenakan adalah Trimedya Panjaitan dan Sayed Mulyadi.
"Forum rapat ini untuk tidak digunakan kampanye terselubung bagi salah satu kandidat," kata Aziz saat rapat akan memasuki jeda istirahat. Politikus Golkar itu pun meminta koleganya untuk mengganti baju kotak-kotak tersebut.
Tak terima disebut berkampanye terselubung, Trimedya yang pada DPR periode 2004-2009 menjadi ketua Komisi III DPR itu bereaksi keras. "Tidak ada larangan soal pemakaian baju. Kalau Pak Aziz persepsikan kampanye, itu pikiran Pak Aziz saja. Kita tak perlu khawatir. Ini enggak apa-apa. Kita lihat saja tanggal 20 September nanti," kata Trimedya sambil menunjukkan surat keputusan KPU DKI Jakarta.
Rekan Trimedya yang juga mengenakan kemeja kotak-kotak, Sayed Muhammad Mulyadi ikut menimpali. "Kenapa dipermasalahkan? Kalau soal etika, nanti saya minta juga yang berkumis tidak boleh masuk ke sini. Pak Kapolri, Pak Jaksa Agung jangan masuk. Itu identitas," kata pria berkumis itu dengan wajah serius.
Mendengar pernyataan itu, para peserta rapat pun tertawa, termasuk Aziz yang melakukan protes. Akhirnya rapat diskors untuk istirahat.
Usai istirahat, saat rapat dilanjutkan pukul 13.30 WIB, Trimedya dan kawan-kawan yang mengenakan kemeja kotak-kotak, tetap muncul dengan kemeja yang sama. Mereka tidak mengacuhkan permintaan Aziz Syamsuddin.
"Yang mengajukan keberatan cuma Pak Aziz saja. Kedua, tidak ada janjian dan tidak ada interupsi, tapi bahwa kami semua dan kami anggota DPR ini disuruh ngejagain di setiap kecamatan. Biasanya kami sore sudah di kecamatan sampai malam. Itu sih soal praktis aja, karena malas bawa baju dan ganti baju ke mobil," kata Trimedya beralasan.
Trimedya justru bersyukur dengan adanya teguran, berarti baju kotak-kotak telah identik dengan Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, Jokowi telah berhasil membentuk brand baju kotak-kotak.
"Kotak-kotak identik, tidak ada aturan yang dilanggar. Saya juga tahu itu sebagai orang hukum. Saya membawa surat edaran dari KPU itu tidak ada larangan baju kotak-kotak. Bahkan di TPS aja tidak ada larangan," ujar dia.
Seperti diketahui, soal mulai Senin 17 September, tahapan pilgub DKI memasuki masa tenang sampai Rabu 19 September. Segala atribut kampanye tidak boleh ditampilkan.
Soal kemeja kotak-kotak ini, Panwaslu DKI sempat membahasnya. Ketika itu ada usulan agar motif itu dilarang digunakan oleh para saksi saat hari pencoblosan di TPS.
Ketua Pokja Sosialisasi, Pemungutan dan Perhitungan Suara KPU DKI Jakarta, Sumarno menilai wacana pelarangan itu hal yang aneh. Sebab, pada putaran pertama pilgub DKI, baju-baju yang dianggap sebagai ciri khas calon tidak dilarang.
"Iya kalau di putaran kedua dilarang, kan perlu ada alasan yang bisa kita pegang, dan yang mempunyai kekuatan hukum. Sehingga di putaran kedua itu saksi tidak boleh mengenakan baju, yang di putaran pertama itu tidak dipersoalkan," ujar Sumarno. Panwaslu juga menilai kemeja kotak-kotak tidak identik dengan Jokowi.
0 komentar:
Posting Komentar
Please comment seperlunya, dan mohon untuk tidak disalahgunakan. Trima kasih!