Nih sob, buat sobat yang suka berrelaksasi ria ! Embun Tafakkur.blogspot.com ! Pengantar : Bagaimana menyiasati ritme kehidupan kota, begitu penatnya kita. Maka tulisan ini memberikan alternative menyiasati agar, sesampainya di tempat kerja, kondisi kita masih terasa bugar. Sebuah methode sederhana dalam meditasi Islam.
Di batas tepi labirin
Hidup di kota besar memang bukan sesuatu yang mudah. Apalagi saat ketika perjalanan dari rumah ke tempat kerja mesti ditempuh dengan waktu 2 jam. Pulang Habis sudah 4 jam sehari dalam perjalanan pulang pergi. Itupun kalau kita bisa bangun pagi dan bisa berangkat lebih awal lagi. Kalau tidak kita siap-siap saja bersimbah peluh, diantara kemacetan ibukota, waktu menjadi lebih panjang tak kurang dari 3 jam dalam satu kali perjalanan saja. Maka tak ayal kepenatan dan letih tak habis menerpa raga. Namun apa mau dikata, sepertinya sudah demikian adanya. Sebuah konsekwensi yang mesti harus diterima.
Kalau sejenak kita mau jadi pengamat, betapa di pagi hari manusia berduyun-duyun menyemut, kendaraan bak arteleri yang sedang bergegas dari tapal batas menuju pusat kota, tampaknya tak ada ruang tersisa dari satu kendaran ke kendaraan lainnya. Sebaliknya di malam hari, saat semua lampu dinyalakan, arus balik terjadi dari pusat kota kembali ke tapal batas, bak ribuan kunang berdemontrasi , berada di jalananan meramaikan alam semesta.
Ritme ini disadari atau tidak telah merubah pola budaya generasi terkini. Terbayang saat di kampung saat hari mulai menggelap, barisan burung berjejer rapi terbang pulang ke sarang. Saat itu semua anak-anak berangkat mengaji ke mushola tak jauh dari rumah. Belum ada suara sinetron, Indonesia idol, atau hiburan lain sejenisnya. Tawa renyah sering terdengar, dalam nuansa lepas. Sungguh membahagiakan.
Nampaknya tinggal legenda, cerita ayah bunda, sekedar hanya untuk ber nostalgia. Siapa yang perduli. Himpitan hidup sudah demikian mendera. Ekonomi berbiaya tinggi. Deraan arus informasi menghebat, menghapus semua memori yang ada. Begitu hebatnya media, mentransfer kesadaran kolektif mereka, memproduksi presepsi-presepsi baru, memasuki ke unit sel terkecil, manusia. Saat si belia terpana , tak lepasa mata menatap layar datar di depannya, dan menginginkan semua. Tinggal-lah ayah bunda nestapa, lara.semua harus ada demi sebuah keluarga, demi sebuah nilai dalam persepsi di sebuah komunitas, yang sering kita sebut GENGSI̢۪. Demikianlah adanya.
Tinggalah sang kepala keluarga, mengayuh energi bak singa, bangun pagi buta. Tak ada cerita , meski hujan badai, atau panas bak bara di tengah terik kota. Demi nafkah keluarga semua harus dijalankan baik dengan terpaksa atau sukarela.. Demikianlah cerita terkini manusia , manusia-manusia urban dalam istilah kota. Dalam sebuah perspektif baru sebuah tatanan masyarakat yang berada pada batas millinium baru. Sebuah labirin di tepi batas waktu.
Larutnya~bersama kesibukan dan rutinitas. Manusia merasa semua harus dijalani. Tak tersadar, ketika hidup telah mengalihkan kepada persepsi-persepsi baru, tentang tatanan sebuah nilai moralitas, sebuah nilai spiritualitas, yang semakin memudar bersama gempitanya ujung jaman. Saat ketika manusia sekedar formalitas saja - keberadaannya, sedang jiwa sudah tidak bersamanya lagi. Begitulah, lama jiwa asyik terlena melanglang buana, begitu tersadar raga sudah merenta tua. Demi sebuah nilai pada pespektif manusia, tentang tatanan dunia baru. Dunia konsumerisme, serba ada, demi memuaskan dahaga jiwa. Yang entah sampai kapan terpuaskannya.
Kehidupan seperti ini menimbulkan rasa lelah, capai penat. Waktu berlalu demikian cepat, pagi ke sore, senin ke sabtu. Bulan ke bulan. Dan tahun ke tahun. Itu-itu saja. Hanya seperti kilatan mata saja. Duh, bagaimana ini.?. Rasanya tidak ada yang salah. Seperti semua sudah tertata. Mengikuti ritmenya ibu kota.
Begitu sibuknya Jiwa, baru saja raga terbangun dari tidurnya, baru saja Jiwa di kembalikan ke tempatnya. Kemudian menyelesaikan mandinya. Jiwa serta merta sudah ketarik lagi, meleset sudah berada di kantornya tempat bekerja, sudah mengerjakan segala sesuatu, angan sudah demikian terpola. Otak bekerja begitu saja. Mengatur pertemuan, mengatur apa-apa yang harus dikerjakan. Dan lain sebagainya. Ada dogma disana, semua harus dikerjakan dengan rapi, sesuai tuntutan kerja. Jangan sampai salah. Kalau tidak ingin bermasalah. Jangan sering bermasalah kalau tidak ingin di pecat. Jangan sampai di pecat bila tidak ingin miskin. Jangan sampai miskin sebab miskin adalah tipikal orang-orang susah, dan seterusnya, dan seterusnya. Jiwa terus mengejar , meluas, melebar, tak memberikan kesempatan raga untuk sekedar menarik nafas, tak bisa dihentikan. Memaksa raga dan instrumennya bekerja keras untuk memenuhi tuntutan Jiwa tersebut. Ketakutan akan miskin. Jiwa sudah terhijab presepsi tentang kemiskinan. Presepsi tentang orang miskin. Demikian membuncah dalam Jiwa membelenggu rasionalitasnya.
Semua manusia berpacu dengan cara yang sama. Pekerjaan menuntut kinerja yang tinggi. Akurasi yang tinggi. Meminimalisir tingkat kesalahan hingga zero. Waktu menjadi semakin sempit. Aktifitas sudah demikian sibuk. Manusia bahkan sudah tidak mengenali siapa dirinya lagi. Semakin lengkap sudah dengan hadirnya teknologi informasi, akhirnya manusia semakin asik saja. Namun manusia adalah mahkluk sosial, kesibukan kerja, mengabaikan sisi lainnya, sehingga terjadilah kekosongan dalam dirinya. Tidak jarang berimbas kepada Raganya, timbulah berbagai penyakit. Kemudian manusia mulai melakukan pencarian.
Sebagian umat Islam memilih cara yang radikal, menjauh dari hiruk pikuk kota. Mereka mengikuti cara-cara hidup jaman nabi membuang semua teknologi. Betul-betul kembali ke jaman dahulu, Mereka menyingkir, membangun peradaban mereka sendiri. Terpencil dari komunitas dunia. Ada lagi yang kemudian memilih memerangi kaum yang menemukan teknologi , karena dipandang telah mengahncurkan tatanan peradaban muslim. Dan lain sebagainya. Semua mengambil jalannya masing-masing. Dan ketika kita tersadar, sungguh kita sudah banyak tertinggal. Mestikah kita pindah ke dunia lain..?.
Bagaimana sebenarnya kita harus bersikap..?. Kita terlahir di melinium ini. Abad teknologi informasi. Abad konsumerisme. Abad perdagangan bebas. Benar-benar seperti tidak ada jarak dari belahan dunia satu kepada lainnya. Informasi dari benua lain dapat kita akses di detik yang sama. Tidak ada yang bisa disembunyikan. Siapa yang menguasai teknologi informasi dialah bangsa yang unggul. Persepsi akan dikemas sekehendak mereka. Kita akan dibanjiri persepsi-persepsi yang sudah direkayasa. Betul-betul seakan akan kita tanpa daya melawan lagi. Norma-norma Islam berbenturan hebat dengan peradaban masa kini. Sangat terbuka dan kelihatan transparan sekali. Bila kita mencoba menjauhi teknologi suatu hal yang tidak mungkin. Fitrah manusia yang tidak memungkinkan itu. Manusia senantiasa meluas seperti meluasnya Jiwa, selalu mengadakan pembaruan. memang inilah yang dikehendaki Tuhan. Inilah skenario Tuhan. Raga-raga akan di program menciptakan peradaban manusia. Bahwa manusia mampu menciptakan teknologi yang sanggup menaklukan dunia.
Sungguh apabila semua persepsi kita taruh, akan nampak bahwa peradaban dunia sekarang ini adalah nyata skenario Tuhan adanya. Mengapa ada sebagian muslim mengikari, dan kemudian tak peduli. Bukankah Islam sesuai untuk segala jaman. Seharusnya Islam maju di depan, selangkah lebih maju dengan teknologinya. Inilah Jihad dalam pengertian saya. Sebagaimana hukum Qisas. Teknologi kita lawan dengan teknologi. Bila Islam sebagai teologi masih berkutat dalam pengingkaran ini, justru akan menampakan ketidak dewasaan kita. Dan Islam sebagai agama yang mengusung slogan -agama yang sesuai segala jaman- akan hanya retorika saja.
Kesiapan berubah..
Menghadapi peradaban sekarang ini bahkan lebih hebat lagi nanti, memang diperlukan ketahanan mentalitas yang paripurna. Ketangguhan sebagai seorang muslim dan kegigihan sebagai seorang pekerja. Sosok umat yang bermental baja, tahan godaan dunia namun gigih membangun peradaban.Inilah yang diinginkan Tuhan. Selamat dunia dan akhirat. Begitulah kesempurnaan manusia. Namun tidak sedikit kita dapati umat muslim terseok-seok mengikuti jaman. Kita malah lebih sibuk saling menyalahkan satu sama lainnya. Saling menyalahkan justru malah menumbuhkan persepsi. Persepsi akan menhijab generasi berikutnya, demikianlah kesadaran kolektif kebencian di bangun antar golongan. Duh..adakah ada yang salah..?.
Kebutuhan makan, kebutuhan pakaian, perumahan, anak sekolah, hingga kartu kredit yang macet. Masih ditambah pula keadan rumah tangga yang tidak kondusif, betul-betul membuat kita kelelahan fisik maupun non fisik. Jiwa menjadi penat, begitu melelahkannya hidup ini. Itulah yang sering kita keluhkan. Biasanya kemudian kita mencari agama sebagai solusi. Kita datang kepada kyai yang ahli spritual. Kemudian kita diobati layaknya orang sakit; kalau masalahnya adalah rejeki, maka diberikanlah surat atau ayat yang harus dibaca sekian ratus kali atau sekian ribu kali. Kalau masalahnya jodoh juga sama, tinggal nama surah dan jumlahnya saja yang membedakannya. Dan demikian juga masalah-masalahan lainnya. Betul-betul seperti dokter saja memberikan resep. Dan obatnya harus diminum berapa kali sehari. Dan memang biasanya juga sembuh. Sang kyai bertindak bak dokter saja memberikan parasetamol kalau sakit kepala. Kambuh lagi datang lagi, dan seterusnya. Akhirnya Kyai dianggap ampuh kemudian di puja-puja. Inilah dinamakia kehidupan kita, di Indonesia mungkin negera mayoritas muslim lainnya. Pemahaman agama yang hanya sepotong-potong akhirnya menimbulkan frustasi tersendiri.
Semua teologi mengajarkan bagaimana mengolah Jiwa, mensucikan Jiwa, baik melalui amalan hati, meditasi dan lain sebagainya. Misalnya melalui ~ Meditasi . Meditasi adalah methode yang ber kecenderungan mengolah Jiwa sebagaiamana entitas antimateri-nya. Banyak sekali pengalaman dan testimony yang mengabarkan latihan-latihan seperti ini, mampu mengolah energi dalam tubuh. Sehingga raga memiliki kelebihan-kelebihan dan lain sebagainya. Latihan penyempurnaan Jiwa memang sudah berumur ribuan tahun. Namun tentunya, kembali peradaban manusialah yang nanti membuktikan methode mana yang paling sempurna. Saya tidak akan membahas lebih lanjut methode lainnya.
Islam memiliki methode penyempurnaan Jiwa yang dibangun melalui 3 pilar utama Rukun Iman, Rukun Islam dan Ihsan. Tiga pilar tersebut sejatinya adalah untuk mempertahankan positioning Jiwa agar tetap berada dalam keadaan ‘Jiwa yang tenang’. Namun saya tidak akan memperpanjang bahasan ini. Saya akan menyederhanakan saja. Sesuai dengan pemahaman saya. Kita mulai membangun kesadaran baru, sebuah konsep pemahaman Takdir; Pemahaman ini penting, sebab realitas yang sering dihadapi umat adalah kegalauan akan Takdirnya sehari-hari.; Untiuk memperkuat daya saingnya terhadap hempasan kehidupan.
Methode Sederhana
Sesuai dengan tuntutan jaman, dimana waktu menjadi semakin sempit. Tentunya Islam juga telah mengerti dan mempersiapkan kemungkinan ini bagi umatnya. Dimana mereka tetap dapat melakukan aktifitas sebagaimana tuntutan jaman namun mereka juga dapat menjalankan spiritual sebagaimana orang-orang terdahulu yang telah diberi nikmat.
Sebelumnya kita harus memahami bahwa :
Jiwa ; adalah entitas yang bebas, tidak terbatas ruang dan waktu, kecenderungan meluas dan meliar, sering ter bolak-balik, berubah-ubah, dan labil.
Raga ; Adalah sebagaimana halnya mahkluk hidup seperti; kuda, sapi, singa, dan lain-lain. Memiliki naluri dan sinting standar untuk berkembang biak (syahwat), makan, dan dan kemampuan bertahan dari serangan.
Kedua entitas ini mudah dikenali, dengan latihan-latihan kecil. Kita coba merasakan tangan, merasakan kaki, dan seluruh anggota tubuh kita. Kemudian kita amati kondisi Jiwa ; munculnya rasa suka, rasa marah, kadang sering berada di masa lalu kita, kadang juga di masa depan kita, dan lain sebagai. Sangat sederhana sekali. Namun perlu latihan kecil yang terus menerus. Setelah kita kenali kemudian kita melakukan beberapa teknik di bawah ini :
Teknik Pertama; adalah membangun sebuah sistem kesadaran baru akan keberadaan entitas materi dan antimateri, atau entitas Jiwa dan Raga di dalam tubuh manusia. Kita akan mengarahkan entitas Jiwa agar luruh dalam kepasrahan menerima keadaan raga yang Fatalis. Jiwa harus pasrah atas kehendak Tuhan ini. Pasrah berada dalam raga kita sekarang ini. .Sadari bahwa Jiwa adalah entitas yang senantiasa meliar, meluas, sekehendak dirinya, (untuk memudahkan bisa disebut sebagai angan-angan) kuatkan kesadaran ini. Oleh karena itu, ~Maka sudah selayaknya bahwa entitas Jiwa ini harus selalu bersama Raga. Namun proses ini , Jangan anda paksa, jangan kosentrasi, luruhkan saja. Lakukan berulang dan berulang lagi. Jika anda sudah merasakan semacam hawa ringan yang berdesir diatas kulit berarti Jiwa sudah mengisi seluruh pori-pori tubuh.
Teknik kedua ; Kuatkan kesadaran bahwa Takdir kita adalah saat ini waktu kini (NOW), dimana dan dalam keadaan mana Raga saat ini sedang beraktifitas. Sadarkan terus kepada Jiwa akan hal ini. Kemudian Tarik Jiwa ke posisi Raga, hingga sampai mengisi seluruh pori-pori tubuh. Setelah Jiwa bersama Raga, cobalah pandang sekeliling anda. Kita akan memiliki cara pandang yang berbeda. Dunia menjadi semakin cerah. Coba saja. Namun, Apabila Jiwa memiliki keinginan lain selain pekerjaan sekarang ini. Sabarkan Jiwa, nanti ada saatnya diberikan kesempatan tawar menawar kepada Tuhan, nanti saat kita sholat. Jangan biarkan Jiwa anda mengelana terus menerus. Semakin sering Jiwa bersama Raga, maka akan semakin muncul kekuatan dan daya yang luar biasa. Jika Anda mampu mempertahankan posisi Jiwa 5 menit saja bersama raga setiap hari. Manfaat akan luar biasa.
Teknik Ketiga ; lakukanlah pelaporan apa saja yang kita rasakan kepada Allah, terutama pada saat sholat. Kalau kita lagi kondiosi marah, ya laporkan saja kalau kita marah, kalau sedang malas , ya laporkan saja. Apa saja, jangan ada yang disembunyikan. Ingat dan Sadari bahwa yang sering memalingkan Jiwa adalah persepsi. Mulai dari persepsi miskin, hutang, karier, dan lain sebagainya. Kita harus mengarahkan diri kita kepada Dzat yang maha suci , Dzat yang tidak ber-presepsi, dan tidak bisa di persepsi-kan. Terus arahkan dan kuatkan, bahwa ada Dzat yang maha suci ini. Mohon dilepaskan, di sucikan dari persepsi, dan lain sebagainya.nanti kita akan merasa plong, kembalikan semua yang menghimpit kepada Allah,, semua adalah permainan logika saja, lepas dari beban apapun. Laporkan saja yang kita rasakan.
Inilah teknik Yoga dan meditasi dari Islam. Kita tidak perlu belajar mengeluarkan ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. System ini adalah system on line, kapan saja bias di unduh (down load) saat kita mau. Tidak memerlukan waktu khusus. Berbeda dengan teknik di luar Islam yang mengandalkan kemampuan Jiwa sendiri untuk mencapai ketenangan. Islam menggunakan methode sebaliknya, methode kepasrahan Jiwa kepada kehendak Tuhannya. Islam mengajarkan agar umatnya memasrahkan diri hanya kepada Allah (ber-Islam) secara total. Agar Allah-lah yang membersihkan Jiwa mereka. Dalam Islam raga bersifat fatalis pasrah, sebagaimana langit dan bumi asal zat mereka. Jiwa-lah harus tunduk pasrah kepada kehendak tersebut.
Ketiga teknik tersebut, dapat dilakukan sekaligus, atau satu satu, tergantung mana yang kita perlukan dahulu. Coba bayangkan, seandainya, selama kita perjalanan ke kantor, waktu dua jam kita kita pergunakan untuk ber-silatun, memasrahkan diri kita (Jiwa). Bersama Raga, saat kita sedang mengendarai mobil, Jiwa kita ikut. Saat dalam kemacetan Jiwa juga ada bersama raga. Sesampai di kantor Jiwa dan raga kita tetap segar dan semangat. Begitu mau mulai berkerja lakukan hal yang sama, dari slah satu teknik tersebut. Kemudian ada rasa mengalir, sebuah daya yang menggerakkan, Jiwa menggerakan , raga menggerakan, maka daya dorong, dan efisiensi kerja kita akan luar biasa. Tularkan kebiasaan ini kepada teman sekantor. Akan kita dapatkan sebuah komunitas yang hangat dan menyenangkan. Tidak ada lagi persepsi-persepsi, yang menimbulkan benih permusuhan.
Kemudian Islam juga menentukan waktu-waktu tertentu untuk menghadap Tuhannya, melaporkan atas yang sudah dilakukan sang raga bersama jiwa. Menegosiasikan ulang hasil kerja kita. Bertanya, mohon petunjuk, sebagaimana halnya saat kita bernegosiasi. Inilah hebatnya teologi Islam. Dengan membangun sistem ‘charge’ 5 waktu sehari, (sholat). Dengan 5 waktu sehari dimana waktu-waktunya telah ditentukan membentuk formulasi energi yang pas bagi tubuh manusia. Akan memberikan daya dorong luar biasa. Kekuatan teologi Islam adalah dalam sholat; Sebagaimana seorang pilot . Pilot dalam waktu-waktu tertentu harus melaporkan situasi dirinya dan pesawtnya kepada menara pengawas. Bila ada kerusakan, bersiap untuk perbaikan, dan sebagainya. Pilot juga harus menunggu perintah rute selanjutnya. Komunikasi ini intens dengan menara pengawas akan mengamankan pesawat dalam perjalanannya, karena senantiasa akan dipandu. Nah, bagaimana dengan kita..?. Mestinya kita memiliki daya tahan dan daya dorong yang lebih hebat dari kaum lainnya bukan..?. Dalam perang badar~diceritakan bahwa kekuatan 1 orang beriman mampu mengalahkan 100 orang kafir. Tidak maukah kita jadi orang beriman itu..?.
Teknik keempat ; adalah adab berdo’a. Menghayati doa dengan hati dan perasaan kita.
Ini adalah langkah sederhana, yang dapat dipelajari siapapun, yang diajarkan teologi Islam. Persepsi kadang telah menghijab kita, sehingga kita tidak mampu melihat kekayaan intelektual Islam secara sederhana saja. Ingatlah bahwa Rosululloh adalah nabi yang Umi, lihatlah segala sesuatu dengan sederhana tanpa persespsi. Inilah bekal kita, untuk menmghadapi melinium baru. Kekuatan Iman. Sudah saatnya umat Islam melangkah dari Batas tepi labirin. Waloohu̢۪alam
0 komentar:
Posting Komentar
Please comment seperlunya, dan mohon untuk tidak disalahgunakan. Trima kasih!